Kisah Syekh Asy’ari Duel dengan Patih Gajah Mada

163
Makam Syekh Asy'ari Sunan Mbejagung Lor Tuban

kabartuban.com – Syekh Asy’ari, atau lebih dikenal sebagai Sunan Mbejagung Lor, adalah seorang tokoh yang memegang peranan penting dalam sejarah Islam di Jawa. Beliau, yang memiliki nama asli Sayyid Abdullah Asy’ari bin Sayyid Jamaluddin Kubro, berasal dari Arab Saudi dan masih memiliki garis keturunan dengan Nabi Muhammad SAW. Sunan Mbejagung Lor datang ke Jawa dengan tujuan menyebarkan agama Islam serta membantu mengatasi masalah ekonomi masyarakat pada masa itu.

Wafatnya Sunan Mbejagung Lor terjadi di Desa Bejagung, Kecamatan Semanding, Tuban, di mana beliau dimakamkan. Makamnya sering dikunjungi oleh peziarah, terutama karena adanya kepercayaan terkait air sumur giling yang diyakini memiliki kemampuan menyembuhkan berbagai penyakit.

Darmawan, salah seorang penjaga makam Sunan Mbejagung, menceritakan bahwa pada masa itu sulit untuk menemukan sumber air di daerah Bejagung. Namun, dengan karomah yang dimilikinya, Syekh Asy’ari berhasil menciptakan sumur meskipun tanahnya terdiri dari batuan keras.

“Karena dulu masyarakat sangat membutuhkan air, Mbah Asy’ari membuat sumur dan berdoa agar air dari sumur tersebut memiliki khasiat bagi masyarakat,” ungkap Darmawan, Jum’at (24/05/2024).

Terdapat cerita dari mulut ke mulut bahwa selama hidupnya, Sunan Mbejagung Lor pernah terlibat dalam pertarungan melawan seseorang yang diyakini sebagai Patih Majapahit, Gajah Mada. Beliau dikenal sebagai sosok yang penyabar dan mudah bergaul, sehingga beliau diterima di berbagai kalangan masyarakat. Salah satu muridnya adalah Kusumawardhani, putri Raja Hayam Wuruk.

Namun, niat Kusumawardhani untuk mempelajari agama Islam tidak mendapat restu dari kerajaan. Raja Hayam Wuruk memerintahkan Patih Gajah Mada untuk menghalangi keinginan putrinya tersebut. Hal ini karena Raja ingin memastikan bahwa penerus kerajaan berasal dari keturunannya sendiri.

Ketika kerajaan mengirim pasukan yang dipimpin oleh Patih Gajah Mada untuk menyerang padepokan Sunan Mbejagung, beliau berhasil mengutuk pasukan tersebut sehingga berubah menjadi batu. Tempat di mana pasukan tersebut berubah menjadi batu kini dikenal sebagai “Watu Gajah”.

Adu kekuatan antara Gajah Mada dan Sunan Mbejagung Lor berlanjut. Gajah Mada mencoba menguji kekuatan Sunan, tetapi Sunan berhasil mengalahkannya dengan kesaktian yang dimilikinya.

“Gajah Mada mengakui kehebatan Sunan Bejagung Lor, dengan dua kali adu kesaktian selalu kalah,” kata Darmawan.

Setelah kalah melawan Sunan, Gajah Mada terpaksa kembali ke kerajaannya tanpa membawa pulang putri Raja Hayam Wuruk.

“Gajah Mada harus kembali ke kerajaannya karena dikalahkan oleh Sunan Mbejagung,” pungkas Darmawan. (zam/fah/zum)

/