Petani Blimbing Raup 40 Juta Setiap Panen

672

kabartuban.com – Dengan bermodalkan lahan seluas 1,5 hektar, seorang petani blimbing asal Desa Glagahsari, Kecamatan Soko Tuban, , Subandi (50) mampu meraup keuntungan hingga 40 juta setiap kali panen.

“Kalau panennya bareng semua bisa mencapai 40 juta, tapi ya tidak pasti karena blimbing tidak bisa dipastikan. Seperti saat ini yang sudah berbuah hanya sekitar 250 pohon, yang 150 pohon baru berbunga,” ucap Subandi saat ditemui di ladangnya, Jum’at (15/1/2016).

Pantauan kabartuban.com di ladang milik Subandi, di atas lahan tersebut ditanami pohon blimbing sebanyak 400 pohon, 300 pohon diantaranya merupakan jenis blimbing bangkok merah, sedangkan yang 100 pohon jenis blimbing biasa.

Subandi menuturkan, satu bulan terhitung 10 kali petik untuk satu pohon, dan dalam sekali petik, satu pohon bisa menghasilkan 50 Kilogram. Saat ini hasil buahnya bisa dijual dengan harga Rp. 5.000 per kilogram.

“Harganya  yang menentukan pasar, dan bisa berubah tergantung kondisi harga di pasar. Kalau harga Rp. 5.000 per kilogram sekarang, itu sudah termasuk mahal,” uncapnya.

Terkait dengan pemasaran, Subandi mengaku dia memasarkan sendiri ke pasar tradisional, seperti di pasar Bongkaran Tuban dan Pasar Babat. Alasannya, di pasar modern terlalu ribet dan lakunya juga lambat.

Lebih lanjut Subandi menjelaskan, pihaknya hanya melakukan pemupukan 1,5 bulan sekali. Kemudian membungkus calon buah yang berumur 3 minggu, dan pemotongan ranting untuk pohon yang lebat.

“Kalau tidak dibungkus, buahnya cepet rontok karena kena penyakit ulat buah, dan kalau untuk pemotongan ranting fungsinya agar sinar matahari bisa masuk lebih maksimal untuk membantu fotosintesa,” katanya.

Menurutnya, tanaman blimbing adalah tanaman legenda, dimana ‘nenek moyang’ dahulu di daerah Glagahsari sudah menanam blimbing. Hanya saja, waktu itu para petani sempat mengalami kerugian besar sehingga banyak yang tidak berani menanam lagi.

“Disini daerah yang setiap tahunnya langganan banjir, waktu itu perekonomian daerah sini sempat tidak pasti, dan waktu itu pemasarannya juga sulit karena rata-rata petani menanam blimbing biasa. Akhirnya petani jera, ini saya baru merintis lagi sekitar 2 tahunan,” jelasnya. (har/im)

/