Rakyat Tidak Mudik, Tapi Pulang Kampung atau Berwisata

11
Foto: wartaekonomi.co.id

kabartuban.com – Bulan Suci Ramadan sudah melewati sepuluh hari yang pertama dan kedua, saati ini Ramadan sudah menginjak pada sepuluh hari yang ketiga dan aroma Hari Raya Idul Fitri semakin terasa. Ramadan kali ini adalah Ramadan kedua kalinya kita berada dalam situasi pandemi Covid-19 yang hingga hari ini belum berakhir. Meskipun terasa lebih longgar dari tahun yang lalu, namun wabah virus corona belum syirna, dan Idul Fitri nanti masih harus dijalan dalam suasana pandemi.

Pemerintah telah mengeluarkan banyak kebijakan yang berkaitan dengan upaya untuk menekan penyebaran virus corona, mulai dari Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) hingga larangan mudik di hari raya. Menyikapi kebijakan pemerintah tersebut, masyarakat tidak semuanya mematuhi, banyak kepentingan yang sering kali bertabrakan dengan kebijakan pemerintah. Misalkan, saat mudik dilarang, nasib pelaku usaha transportasi tentunya sangat terpukul. Begitu pula kepentingan masyarakat untuk bertemu keluarga di kampung halaman, tentu sangat mengecewakan dengan kebijakan tersebut.

Dan beginilah Indonesia kita, masyarakatnya cukup kreatif, apalagi untuk menyikapi kebijakan pemerintah. Tidak bisa dibendung, banyak masyarakat berduyun – duyun pulang kampung sebelum waktu yang ditetapkan larangan mudik. Kerumunan banyak terjadi di berbagai ruang publik dan pusat perbelanjaan. Di satu sisi, Kementerian Pariwisata tidak membuat kebijakan penutupan area wisata, justru menggalakannya. Banyak masyarakat pun mengaku akan berwisata, yang kebetulan di wilayah kampung halaman, tapi tidak mudik.

Semakin banyak ironi dan celah bagi masyarakat untuk tidak menelan mentah perintah dari pemerintah. Hal yang paling terlihat jelas, saat masyarakat dilarang mengadakan kegiatan, Presiden bersama mendeteri justru menghadiri pesta pernikahan artis yang digelar mewah dan disiarkan di televisi nasional. Seprokes – prokesnya, wajar jika sebagian masyarakat menganggap itu sebagai hal yang tidak pantas. Pemerintah seperti bingung dan montang manting dalam membuat kebijakan terkait virus corona.

Ramadan memang harus pergi, hingga tahun nanti bisa datang lagi. Wabah Corona belum reda, semuanya harus memiliki kesadaran untuk saling menjaga. Ketika banyak masyarakat sibuk berbelanja untuk menyambut Hari Raya, apakah kita tidak berpikir dan menyadari bahwa dalam situasi pandemi saat ini banyak masyarakat yang untuk makan setiap hari saja susah dan harus berjibaku dengan situasi. Sebagai bangsa yang beradab, maka tata krama dan kepantasan tentu menjadi salah satu bagian dari kehidupan kita dalam bermasyarakat.

Opini,

Penulis: Sifa Natul

/