Heboh Kuliner ‘Enthung’, Ketua MUI Tuban : Itu ‘Hasyarat’, Haram !

16474

kabartuban.com – Fenomena ulat jati yang mewabah sejak pekan lalu, kini telah bermetamorfosis  menjadi kepompong (enthung). Tidak lagi menjadi wabah yang diresahkan oleh masyarakat, sebaliknya banyak warga kini berburu enthung untuk dimakan, bahkan diperjualbelikan.

Berdasarkan informasi yang dihimpun kabartuban.com, Selasa (5/1/2016),  banyak sekali warga di wilayah Kabupaten Tuban yang berburu enthung  dan kemudian menjadikannya santapan di meja makan. Bagi yang enggan berburu sendiri, warga dapat membelinya dari pemburu enthung dengan harga Rp. 50 ribu s.d Rp. 85 ribu per klilogram.

Enthung dari ulat jati ini muncul setahun sekali, kalau mau masuk musim hujan. Memang banyak warga yang suka makan enthung, nggak semua juga. Ada juga yang cuma suka berburu enthung tidak untuk dimakan, tapi untuk dijual. Lumayan juga kan, untuk nambah pendapatan,” ungkap Untung, warga Desa Bektiharjo, Kecamatan Semanding Tuban.

Untung menambahkan, kepompong ulat jati tersebut harus dicuci bersih dan dimasak terlebih dahulu sebelum dihidangkan. Untung yang juga suka makan enthung ulat jati tersebut mengaku lebih suka makan enthung ulat jati yang dimasak tumis. “Biasanya saya suka ditumis, yang masak istri saya,” imbuhnya.

Sementara itu, menanggapi trend kuliner enthung di Bumi Wali tersebut, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tuban, KH. Abdul Matin menanggapi, enthung atau kepompong ulat jati itu kalau boleh dikatakan dalam hukum Islam termasuk golongan hasyarat (golongan serangga yang diharamkan). Namun demikian, tidak ada yang bisa mencegah atau menghimbau masayarakat untuk tidak mengkonsumsi hewan tersebut.

“Yang jelas enthung itu termasuk hasyarat dan hukumnya haram. Lha tapi namanya juga orang banyak, kita nggak bisa nyegah orang untuk tidak mengkonsumsi itu (enthung),” kata Kyai Matin, Pengasuh Pondok Pesantren Sunan Bejagung Tuban.

Menurutnya, seorang Kyai bahkan MUI sekalipun tidak akan bisa menghimbau masyarakat luas untuk tidak mengkonsumsi enthung ulat jati yang sudah jelas haram tersebut. Pihaknya hanya bisa menunjukan sesuatu halal dan yang haram.

“Kita hanya bisa tunjukan ini halal dan ini haram, dan sebenarnya sudah jelas alhalalu baiyinun wal haromu baiyinun (yang halal jelas dan yang haram juga jelas),” pungkas Kyai Matin yang juga pengurus wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur, saat ditemui dikediamannya, Desa Bejagung Kecamatan Semanding Tuban. (mus/im)

/